Nilai tukar rupiah menguat tajam 103 poin pada perdagangan sore kemarin, meski naik 150 poin dari sebelumnya Rp 15.148 menjadi Rp 15.045. Untuk perdagangan besok, PT Profit Forexindo Berjangka memprediksi rupiah akan dibuka bervariasi.

Namun ternyata ditutup pada kisaran lebih tinggi di kisaran 15.010 hingga 15.100 rupiah. Ibrahim menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan rupiah menguat. Antara lain, indeks dolar melemah pada hari ini, 16 Januari 2023.

Dolar melemah terhadap mata uang lainnya dan menyambut baik kenaikan suku bunga yang lebih kecil dari Federal Reserve. Spekulasi langkah lemah lainnya oleh Bank of Japan dan imbal hasil obligasi 10-tahun Jepang naik di atas plafon 0,5 persen.

Ada ini berdasarkan BOJ untuk hari kedua. Selain itu, data menunjukkan bahwa harga konsumen AS turun pada Desember 2022 untuk pertama kalinya dalam lebih dari 2,5 tahun. 

Penguatan Rupiah Menggiring Opini Berakhirnya Siklus Kenaikan Suku Bunga

Dengan inflasi puluhan tahun menunjukkan tanda-tanda pendinginan di ekonomi terbesar dunia. Investor kini semakin yakin bahwa The Fed sudah dekat, kata Ibrahim, untuk mengakhiri siklus kenaikan suku bunga. 

Investor juga percaya bahwa suku bunga tidak setinggi yang dikhawatirkan sebelumnya. Pasar sekarang telah memposisikan langkah serupa dari BOJ pada minggu ini. 

Pasalnya, tren inflasi di Indonesia berada pada level tertinggi selama 40 tahun terakhir. Data inflasi di hari Senin menunjukkan jika harga pabrik naik lebih dari harap sebelumnya ini sangat mengecewakan.

Tercatat pada bulan Desember di saat yang sama, nilai bulan November juga direvisi naik. Namun, dia memperkirakan BOJ akan membiarkan suku bunga tidak berubah pada level yang sangat rendah.

Bank sentral China juga membiarkan suku bunga tetap tidak berubah. Tetapi bank sentral juga menyuntikkan lebih banyak likuiditas ke pasar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi karena negara tersebut berjuang melawan wabah Covid-19. 

Tanggapan Bank Indonesia Atas Meroketnya Rupiah

Bank Indonesia mencatat penguatan rupiah hari ini karena berbagai sentimen positif baik domestik maupun internasional. Terus menguat dalam perdagangan hari ini. Dolar AS telah jatuh di bawah Rp 15.000 sejauh ini.

Edi Susianto, Kepala Departemen Pengelolaan Uang, menjelaskan sentimen pasar global saat ini lebih baik karena beberapa perkembangan ekonomi global. Ekspektasi data inflasi AS yang lebih rendah, perkiraan pertumbuhan ekonomi China meningkat.

Inflasi AS diketahui turun menjadi 6,5% pada Desember 2022. Inflasi yang lambat ini kemungkinan akan membuat The Fed kurang agresif menaikkan suku bunga dibandingkan tahun lalu. 

Selain itu, dibukanya kembali China atau pariwisata internasional China memberikan sentimen positif pada pergerakan nilai tukar. Mempromosikan pariwisata khususnya di daerah seperti Asia Tenggara dapat dilakukan dengan mudah.

Edi menuturkan kondisi tersebut kemudian memicu sentimen positif yang ditandai dengan Indeks Dolar AS (DXY) yang terus turun atau melemah. Kontrak non-deliverable futures (NDF) beberapa mata uang Asia juga mengalami penurunan.

Mata uang negara-negara Asia menguat. Pada perdagangan Jumat (13/01/2023), ringgit Malaysia menguat 1,54%, Korea menang 1,37%, renminbi China 2,1% dan dolar Singapura 1,21%.

Sederhananya, NDF adalah instrumen derivatif seperti kontrak berjangka, yaitu perjanjian untuk membeli atau menjual mata uang asing dalam jangka waktu tertentu dengan nilai tukar tertentu.

Namun, pasar memposisikan dirinya untuk pemulihan ekonomi di negara itu setelah sebagian besar mulai melonggarkan pembatasan anti-Covid pada bulan Desember. Di sisi lain, surplus perdagangan sebesar $54,46 miliar atau 816,9 triliun rubel dibandingkan dengan surplus sebesar $35,34 miliar pada tahun 2021.

Jumlah dari data di atas sangatlah signifikan. Jumlah terbesar selama sejarah peradaban di Indonesia menurut kenaikannya. Berdasarkan data BPS, surplus perdagangan terus meningkat sejak 2020. Saat itu, akumulasi surplus mencapai US$21,74 miliar. 

Pada 2019, defisit mencapai $3,29 miliar, sedangkan pada 2018 menjadi $8,7 miliar. Sementara itu, ekspor nonmigas kumulatif pada tahun 2022 mencapai US$275,96 triliun atau meningkat 25,80 persen. 

Akibatnya, ekspor migas naik signifikan sebesar 30,82 persen menjadi 16,02 triliun dolar AS. Porsi ekspor nonmigas terbesar adalah bahan bakar mineral yang mencapai $54,98 miliar atau 19,92 persen. 

Sedangkan impor Indonesia tahun 2022 mencapai $237,52 miliar, meningkat 21,07 persen dari tahun 2021. Sementara itu, utang luar negeri (ULN) Indonesia meningkat menjadi $392,6 miliar pada November 2022. 

Angka tersebut meningkat dari posisi Oktober 2022 yang tercatat sebesar $390,2 miliar. Dibandingkan dengan November 2021, utang luar negeri Indonesia mengalami kontraksi sebesar 5,6 persen dalam satuan yuan.

Melanjutkan penurunan bulan sebelumnya sebesar 7,6 persen yoy. Utang luar negeri pemerintah mencapai $181,6 miliar pada November 2022, turun 10,2 persen tahun ke tahun dari 12,3 persen tahun ke tahun di bulan sebelumnya.

Menurut Ibrahim, perkembangan utang luar negeri karena masih berlanjutnya kepercayaan positif pelaku pasar global yang mendorong investor asing kembali berinvestasi di pasar surat utang negara (SBN) domestik.